senin dengan hal yang sama

“Katakan untuk berlaku adil jika kau bisa, atau tidak membalas dengan menolak untuk berhenti bicara.”
Saat itu suatu hal yang membuat aku tertarik untuk terlebih dahulu menyapa adalah sikap darimu yang begitu acuh. Iya, berbeda dengan yang lain adalah aku yang sangat menyukai tantangan untuk mencairkan kebekuan darimu. Pikirku saat bertemu dengan orang sepertimu adalah menaruh perhatian dan kebaikan sudah pasti cukup, bahwa dengan tulusnya aku bisa membantu sedikit kesusahanmu.
Hari terus berlalu bersama dengan sapa yang terus berganti, tampaknya diawal begitu menarik disaat menerima tantangan dari diri sendiri untuk lebih dekat denganmu. Kita saling berbalas canda bagaikan nada yang tersusun menjadi melodi indah, kau balas satir aku aminkan bukan dengan getir. Sampai pada saatnya ternyata ini ada batasnya. Bagaikan musim berganti, deru angin yang hempas kerinduan. Aku letih sudah saatnya, bukan salahmu cerita ini terhenti.
Bahwa gunung tak bisa dipindahkan, awan selimut langit, cinta belum datang. Jika ada menyamakan dengan yang telah ada, bukan aku orangnya. Bukan menjadi baik, melainkan mundur perlahan. Mimpimu jangan sampai aku tukar, coba selami hatimu namun tak bisa kubendung kokohnya dinding itu, siapa yang bisa merobohkannya? Bukan aku..aku bisa jika kau butuh bukan memenuhi tetapi melegakan. Dari jiwa-jiwa yang kosong dariku, rasanya seperti sia-sia berlaku baik terhadap orang yang aku anggap baik. Memang benar dunia ini kejam, bukan aku pelakunya. Aku hanya orang yang butuh teman cerita ditemukan dengan berbagai macam figur yang ingin ditemani tetapi disaat mereka menemukan kesukaannya aku ditinggal sendiri. Mengapa kalian rela melihat aku mencari jalan dan menyapa sepi?
Dimana surga?
Yang aku ingat hanya dari ibuku,
dan sisanya tidak pernah ada.

No comments