Belum Beruntung

Belum beruntung, iya itu aku

Menjadi urutan pertama

Sedari kecil dirasa, walaupun memegang piala


Adikku tak pernah juara kelas,

Tapi selalu beruntung,

Punya orang yang dicintai dan mencintai,

Walau ibu kami pergi ke surga


Belum beruntung, iya itu aku

Apa saja yang aku dapat,

Harus dengan usaha dan kerja keras

Bukan karena dewi fortuna berpihak


Belum beruntung, iya itu aku

Terus merasakan pedih dan pahit rasanya cinta,

Manis sebentar, getir berkepanjangan


Belum beruntung, iya itu aku

Berkali-kali aku jatuh,

Butuh tangisan buat orang bersimpati

Sungguh kasihan jadi diriku


Belum beruntung, iya itu aku

Badan letih,

Berkali-kali mengeluh sepi

Takut bercerita, nanti mengantuk


Belum beruntung, iya itu aku

Ternyata berdua tak abadi, itu katanya


Belum beruntung dalam cinta

Pun ak usudah buat segala cara,

Agar kamu tau apa yang aku rasa,

Walau ternyata tak berguna


Sebagian puisi di atas begitu mewakili apa yang aku rasakan akhir-akhir ini. Aku merasakan kejatuhan yang begitu dalam, siapa yang harus disalahkan ? sepertinya tidak ada, tidak ada yang salah disini. Aku menyadari kemungkinan masalahnya ada pada aku, yang butuh seorang ahli jiwa. Aku merasakan berkali-kali diterbangkan oleh cintanya, dan berkali-kali pun dibuat larut dalam bayang-bayang kegagalan. Entah apa ini, ibaratnya aku menjadi orang yang sangat tidak beruntung soal cinta.

Berbagai cara aku coba untuk melengkapi dan memenuhi segala kebutuhan emosi yang diinginkannya, tetapi aku belum beruntung untuk dimengerti. Aku bagai menyambung serpihan hati, itu katanya. Kata-kata yang terlintas darinya, dari hati di tengah malam.

Sesungguhnya aku hanya ingin membalas semua duka yang dulu pernah kamu rasakan, bersama aku atau tanpa aku. Aku berpikir bahwa sosok aku bisa membalur sedih yang kamu rasakan pun bisa menjadi suntikan harapan.

Kamu belum pernah merasakan disaat bagian-bagian cinta akan hilang, yang sudah saatnya pergi. Kamu belum pernah merasakan, betapa sakitnya berkata rindu tanpa didengar oleh telinga. Hanya doa-doa yang disampaikan, berharap tiba di tempat tujuan, di surga sana. Kamu belum pernah kehilangan teman bercerita yang menerima kamu apa adanya, kamu beruntung.

Bahkan saat ini aku berjuang dengan sekuat tenaga untuk tidak ingin kehilanganmu, walau sedikit rasa yang sebaliknya darimu. Tetapi kamu memilih untuk mengacuhkanku, memilih kepentinganmu sendiri. Saat ini, aku tak punya kuasa dan daya untuk menuntutmu, karena kemungkinan predikat kurang beruntung terus memihak aku.

Yang harus kamu ingat adalah aku tidak ingin kehilangan ritme cinta kita, tidak ingin kehillangan semangat kita untuk bersama nanti disuatu saat. Aku bingung, ribuan rencana dan mimpi aku bersamamu, apakah kau juga seperti itu? Bermimpi dan berusaha mewujudkannya??

Di dunia ini, mungkin kita bisa bertemu pada akhirnya.

Tetapi, jika terlambat, doakan aku, disaat kamu melihat langit dan purnama itu.

Bintang jatuh tak akan mungkin mengembalikan raga jika telah pergi,

Namun mungkin dapat menghantar doa-doa kamu, kepada aku.


“Kalau saja ada yang bisa memilih berdosa dan tidak berdosa, aku memilih berdosa karena kamu. Dan jika kedua mata ini menutup, bisikkan kata sayang dan kelak aku pergi tenang”

No comments