Jumat (4/10) , Beberapa hari ini
merupakan salah satu bagian terberat sepenjang hidup saya, buat diri saya
sendiri. Bagaimana saya melawan depresi ini dengan sangat keras. Saya ga tau
lagi nantinya berapa banyak energi yang bakal saya habisin untuk melawan ini
semua dan berapa banyak cara yang saya lakukan untuk mendapatkan booster
positif. Tiba-tiba tersadar dan bagaikan ditampar bolak balik jadinya disaat
tadi pagi, saat nganterin AL (anak saya) ke sekolah. Saya sering mengantar AL
pada hari jumat, saya memilih hari itu karena untuk nyambung olahraga dan
ngantor setelah drop AL di sekolah. AL biasanya saya anter sampe depan pintu
masuk sekolah, sambil dadah..dadah., kemudian saya langsung pergi terburu-buru.
Tadi saya sempatkan waktu melihat AL masuk ke dalam sekolah, melihat dia
bermain. Dari jauh saya melihat kok AL murung? Seperti tidak biasanya. Saya kembali
melambaikan tangan dari jauh, dadah..dadah..ke AL. AL nyamperin saya melalui
jendela, saya lihat kok dia masih murung. Saya menganggap ah itu biasa, paling
kesel atau bete sama temannya. 15 menit saya ngeliat AL dari kejauhan, dan
akhirnya saya beranjak menuju parkiran untuk bersiap pergi ngantor. Tiba-tiba
dibelakang saya sudah ada AL, anak itu langsung meluk saya erat. Saya memeluk
AL, saya merasakan kok lain dari biasanya, terasa bonding yang begitu erat
antara ibu dan anak. Saya kemudian melihat AL dan bertanya ; “kamu kenapa nak”?
AL hanya diam, “kamu diganggu teman kamu”? “engga mami” jawab AL. Tetapi saya
melihat kok mata dia berkaca-kaca, sambil memeluk saya. “mata aku basah mi, ga
apa-apa..” menutup pembicaraan sebelum ke kantor saya bilang ke AL “jangan
nangis sih, senyum donk...mana senyumnya..., mami sayang AL dan nanti mami
pulang cepat ya dari kantor..” “iya mi..” jawabnya sambil masuk ke dalam pintu
sekolah.
Hmmm, saya ga tau apa yang
dirasakan anak itu sebenarnya. Saya berpikir, mungkin AL merasakan apa yang
saya rasakan. Kesedihan saya, kekhawatiran saya, kegalauan saya,
ketidaknyamanan saya. Anak itu merasakannya. Maafin mami yah AL.
Saya masih belum menjadi seorang
yang sempurna di mata orang lain, padahal saya merasakan bahwa saya sudah
memberikan yang maksimal buat orang-orang terdekat saya. Rasa itu terus
menghantui, ditambah perasaan-perasaan mental yang selalu drop hari demi hari. Ternyata,
AL ikut merasakan. Walaupun saya tidak pernah ngomong yang sebenarnya sama AL,
tapi anak itu ikut merasakan apa yang saya rasakan. AL sering saya ajak ngobrol
setiap pulang kantor, apalagi terakhir-terakhir ini saya sering menangis dan
memeluk dia. Alasan saya, sakit perut kalau tiba-tiba dia bertanya kenapa saya
menangis. Padahal saya yakin anak itu tau, maminya bukan sakit perut tetapi
emang lagi sedih.
Sempat tertutup dan menyimpan
dengan rapat kesedihan-kesedihan saya kepada anak, pikir saya anak tau apa, tetapi
begitu egoisnya saya. Dan akhirnya mulai menempatkan AL sebagai teman baik,
yang sangat baik.
AL tidak pernah menjudge saya, AL
tidak pernah bosen mendengar saya bercerita, Al selalu mengambil tissue disaat
dia melihat air mata saya, disaat saya sedih, anak itu selalu saya peluk, tetapi dia ga nyaman kalau dipeluk, ngerasa udah dewasa kali ya?
AL menjadi sahabat saya yang
paling dekat saat ini, mungkin AL ga bisa ngasih masukan dan belum mengerti mau
ngomong apa, tapi tindakan AL dan perhatian AL begitu berarti buat saya. Maafin
mami belum bisa selalu tertawa yah AL.
AL menjadi anak yang sensitif,
dia seperti saya yang selalu gengsi dan selalu menyimpan perasaan, thats my
boy. AL senang banget menggambar, semalam saya tanya cita-cita dia pengen jadi
apa, saya kaget dia bilang mau jadi tukang gambar dan pelukis. Katanya, ga mau
jadi Dokter, ga mau jadi Polisi. Mami akan sekolahin AL setinggi-tingginya dan
nanti menjadi apa yang AL mau.
Keinginan saya saat ini untuk
pergi mengobati masalah kesehatan mental saya, punya banyak alasan. Saya menjadi
getol kepengen banget berobat, karena apa? Karena ingin sehat dan tidak ingin
melukai diri sendiri dan melukai perasaan orang lain. AL adalah salah satu alasan saya untuk
ingin selalu sehat, karena saya ingin melihat dan memandang
wajah tampannya ketika dewasa.
Masalah-masalah yang saya hadapi
saat ini, menjadi ga berarti ketika melihat AL tadi pagi, memeluk saya, dekap
dan erat. Mami minta maaf ya, berkali-kali mami berkata seperti ini dalam hati
mami.
Saat ini saya ga mau fokus dengan
masalah-masalah yang saya hadapi, saya ingin fokus bagaimana saya bisa bahagia
bersama AL, AL bisa bahagia bersama maminya, AL bisa bahagia bersama daddynya,
AL bisa bahagia bersama orang-orang yang sayang sama AL.
Anak ini bagaikan petunjuk, terhadap semua doa-doa saya. Bagaimana ditiap saat saya berdoa meminta petunjuk dan harapan buat kehidupan saya. Dan tadi pagi, saya mendapatkan jawabannya.
Saya terlalu fokus kepada
orang-orang yang masih memiliki urusan sendiri, saya terlalu memandang semua
bisa saya rebut, saya berlomba-lomba menggapai kemenangan. Padahal piala yang
terbaik dari semuanya, sudah ada bersama saya. AL adalah piala saya, saya
adalah pemenangnya.
No comments