Cara Lepas Dari Depresi

Beberapa waktu yang lalu dunia merayakan #WorldSuicidePreventionDay atau hari pencegahan bunuh diri. Apa yang bisa saya berikan untuk ikut memperingatinya. Awalnya saya takut untuk berbicara mengenai hal-hal semacam : depresi, sakit mental atau sampai ngomongin bunuh diri. Because right now, I'm struggling to get away from it.

Pada akun twitter saya @ginanelwan, awalnya saya mulai memberanikan diri untuk berbicara dari perspektif orang yang sedang berjuang dari depresi dan atau rasa kepengen bunuh diri. Saya membagikan sebuah utasan secara singkat, yang akhirnya mendukung #WorldSuicidePreventionDay tersebut.

Cerita tentang Ibu

Membagikan cerita yang saya alami, tentulah tidak mudah. Apalagi dengan orang seperti saya, yang sebenarnya memiliki sisi introvert jika ada masalah dan terjebak trauma.

Kecenderungan saya untuk tidak ingin berbagi hal-hal yang menurut saya sedih, membuat saya tenggelam dalam rasa kesepian dan kekosongan berlarut-larut beberapa tahun belakangan ini.

Puncaknya adalah pada tahun 2014, disaat saya ditinggal pergi oleh ibu. Seorang anak perempuan, menjadikan ibu mereka teman dalam berbagi banyak hal. Ibu diberikan tempat yang khusus bagi seorang anak, mau itu anak laki-laki atau anak perempuan. Bagi saya sosok ibu adalah teman curhat, tempat berkeluh kesah, sosok yang selalu mengerti dan sosok harapan bagi keluarga kami.

Walaupun sosok ayah saya juga memiliki peran yang sangat penting dan berharga bagi kami, namun ibu tak tergantikan. Sehingga di saat ibu mengalami sakit kanker payudara stadium 3B, itulah saat di mana rasa bersalah ini menghantui dan jatuhnya menyalahkan diri sendiri.

Ibu tak kuat melawan penyakit, dan tanggal 12 Januari 2014 dia pergi ke surga, di rumah sakit, di saat hanya ada ayah dan adik saya. Saya tinggal di luar kota, dan saya tak sempat membisikkan salam perpisahan untuk ibu. Begitu hancur hati ini, remuk dan rendam. Mom, i really miss you so much.

Hidup dengan rasa yang tak enak

Saat ini hidup saya mungkin sempurna, seperti itu cara orang menilai saya. Saya masih muda, menikah, punya anak yang lucu, karir yang bagus dan hidup berkecukupan. "Apa yang dihadapi pasti dirasakan baik-baik saja", itu kata orang. "Mungkin kalau ada masalah, jangan mengeluh donk, syukuri aja sis," itu juga kata orang. "Makanya lebih dekat dengan Tuhan, atau tobat donk", itu pun kata orang.

Terima kasih buat semua orang yang merasakan hidup saya sempurna. Perasaan depresi atau merasa selalu salah, tertolak, sepi, dan sendiri dimulai disaat kehilangan ibu.

Setelah ibu meninggal di bulan Januari 2014, saya mengalami sakit. Sakit yang sudah dirujuk ke Rumah sakit untuk mendapatkan penanganan, hingga ke dokter speasialis; dilakukan USG, rotgen namun hasil pemeriksaannya saya tidak memiliki penyakit.

Saya pun mencari alternatif lain yaitu pergi ke tukang pijat syaraf alternatif di daerah kepu, kemayoran. Katanya bisa menyembuhkan sakit yang saya alami.

Oya, saya sering merasakan banyak semut-semut disekujur tubuh saya. Setelah menjalani pengobatan alternatif, akhirnya sakit tersebut hilang. Namun saya terus hidup dengan rasa tak enak. Efeknya ada gelisah, panik, rasa penyesalan, rasa tertolak, kekosongan dan kesepian terus ada bersama saya, hari demi hari sampai hari ini. 

Meskipun saat ini saya lagi berjuang untuk lepas dari rasa tak enak ini. Saya selalu murung, marah ke anak, marah ke keluarga dan marah terhadap keadaan. Saya terus memiliki rasa curiga sama orang lain, bahkan sinis terhadap orang yang perhatian.

Saya merasa tertekan dengan menjadi saya, saya merasa tertekan menjadi seorang yang masih hidup, saya sempat merasa anak saya menganggu saya dan banyak hal negatif yang saya produksi.

I don't need money, all I need is attention

Berapa banyak dari kita yang berani mengungkapkan bahwa lagi berjuang untuk lepas dari rasa depresi dan atau rasa ingin bunuh diri. Saya rasa kebanyakkan dari orang-orang seperti saya, mencari jawaban sendiri. Sering sendiri, diam dan sepi.

Mengenal orang seperti saya atau yang lain, tentu tidak menyangka bahwa saya hidup dengan rasa depresi dan semacamnya. Karena, saya masih bisa bekerja, rutinitas terjaga, mengurus anak, aktif di sosial media dan lainnya.

Secara kasat mata, orang yang memiliki depresi dan sakit mental, tidak melulu terlihat suram dilihat dari outlooknya. Banyak justru berasal dari orang-orang yang terlihat baik dan ceria. But, from the bottom of our heart, kita kesepian, sendiri dan kosong.

Sering merasa lemas dan tidak bergairah, badan kita tidak sakit, tetapi mental kita yang sakit. Badan sakit pasti butuh vitamin dan obat, mental sakit pun demikian.

Saya pernah mengalami rasa di mana, ingin berbagi cerita ke orang lain malah takut. Ketakutan yang timbul yaitu bully-an, rasa dihakimi dan merasa menjadi orang yang kurang.

Keberanian seseorang yang terkena depresi atau semacamnya menjadi padam, jika dihadapi dengan banyak bully-an dari orang terdekat, sahabat dan teman.

Kata-kata lebay, caper, atau sentilan-sentilan nyindir seperti "ah apaan sih, mending have fun aja", "caper amat lo, kurang kasih sayang ya", "lupain aja sih, lebay amat". Dan masih banyak lagi nyinyiran dari orang lain yang belum menyadari bahwa dia diberikan kepercayaan dari penderita depresi dan sakit mental menjadi tempat bercerita.

Akibatnya, orang-orang seperti saya, menjadi sungkan untuk berbagi, kemudian memendam rasa yang tak enak dan mengambil jalan sendiri untuk mengakhiri semuanya.

Betapa susahnya kita untuk lepas dari bisikkan-bisikkan yang terus hadir dalam pikiran kita. "Tuh kan kamu ditolak", "apa gue bilang, mending lo bunuh diri aja", "ga usah bikin susah orang", "lo kan yang bermasalah, ngapain ngadu ke orang", dan masih banyak lagi. 

Cerita ini saya alami alami sendiri, dan betapa saya sangat berjuang keras untuk bisa lepas dari rasa tersebut.

Salah satu cara adalah mulai untuk berani bercerita dan mengajak orang lain untuk lebih peduli tentang depresi dan sakit mental. Kita tidak butuh uang, kita hanya butuh perhatian.

Bagaimana caranya ?

Secara pribadi, tidak mudah. Lepas dari rasa depresi atau ingin bunuh diri, cara melepaskannya pada setiap orang pasti berbeda-beda. Tiap orang punya pengalaman dan cara-cara untuk bagaimana bisa bebas.

Cara saya adalah dengan mulai menyadari bahwa yang "sakit" adalah saya. Kemudian memilih untuk melakukan hal-hal positif. Sebagian teman saya menyadari bahwa pada akhirnya saya banyak menulis dalam blog, ig story, tweet dan banyak lagi.

Saya percaya itu adalah salah satu cara untuk menyembuhkan rasa depresi saya. Membawa buku catatan dalam tas memiliki kegunaan, di saat saya sulit untuk bercerita.

Mengetik pada applikasi notes di smartphone adalah cara saya secara spontan, jika gelisah dan merasa penuh banyak ide dalam otak saya. Memulai terbuka kepada satu teman, untuk bercerita tentang apa dirasa merupakan pilihan yang tepat.

Belajar bersyukur, mencintai dan perhatian ke anak saya adalah sangat berdampak baik bagi kondisi mental saya. Dan akhirnya, mulai berani untuk berpikir pergi ke ahli yang bisa menangani lebih detail lagi perihal sakit mental ini adalah bentuk apresiasi saya terhadap diri saya sendiri. Karena, to be honest saya masih ingin hidup dan berguna untuk banyak orang.

Bagaimana dengan kamu ?

Dengan kamu yang merasakan atau lagi bergelut dengan derita depresi dan sakit mental. Mulailah untuk berperang dalam melepaskan belenggu.

Tidak mudah memang, tetapi ingat, you're not alone. Jujurlah walau berat. Sandarkan harapan yang baik walau kecil, sandarkan ke orang yang bisa kamu percaya untuk berbagi, dan atau bisa pergi ke Psikolog atau Psikiater, jangan menggangap kita "gila" yah.

Bagi yang membaca cerita saya ini, dan merasakan hal yang sama. Kamu juga bisa mengirim pesan kepada saya, let's share dan mari kita sama-sama berjuang.

Untuk kamu yang sehat walafiat dan dipercaya menjadi orang yang lebih baik dari kami secara lahir dan bathin, jangan pernah menganggap orang yang sakit adalah sesuatu yang buruk.

Let me tell you something, mencegah orang melakukan bunuh diri dan membantu orang lepas dari depresi, sebenarnya ga harus dengan uang. Karena cara yang mudah adalah ikut berempati, mulai memberikan perhatian dan membagikan hal-hal positif yang kalian miliki. itu sangat berguna bagi kami.

Love each other,
memberi kebaikan, mendapat kebahagiaan.

9 comments

  1. Syukurlah Mbaaa, everythings gets better ya. Sekarang ga perlu takut/malu kalo mau ke psikolog atau psikiater ya. Karena ya sama aja kita berobat ke dokter kalo lagi sakit fisik ye kaannn

    ReplyDelete
  2. Menurutku cara biar tdk depresi adalah berdamai dgn kenyataan...
    Harus sabar dan syukur, meski kadang tidak mudah

    ReplyDelete
  3. Turut berdukacita untuk kepergian Ibu. Saya sangat merasakan bagaimana ditinggal orang tua saat kita tidak di sisinya.

    Semoga dengan menulis blog, bisa sedikit memberi ruang kepada Mbak untuk bisa lebih percaya diri. Bebas curhat dan makin membaik. Banyak yang menjadikan menulis sebagai self healing. Termasuk saya...

    ReplyDelete
  4. Melepaskan rasa tertekan memang ga mudah, apalagi buat seorang introvert. Betul kata Mbak, rasa takut untuk bercerita itu selalu ada. Aku sih selalu pilih teman yang memang mau mengerti, minimal berempati, sebagai tempat untuk mencurahkan rasa.
    Semoga kita tetap terus kuat ya.

    ReplyDelete
  5. Ternyata ditinggal ibu juga bisa menyebabkan depresi ya?

    Depresi emang ngga bisa diukur secara fisik ya
    Dan celakanya pada level awal hanya bisa diketahui si pasien

    ReplyDelete
  6. Big Hug, Mbak.
    Kini ibunda pun sudah bebas dari penyakit.

    Depresi asal muasalnya emang dari adanya rasa tidak diperhatikan, tidak dipedulikan. Secara fisik orang melihat kita baik-baik saja, cuma di dalam ini.

    Please stay happy forever your life, Mbak ����

    ReplyDelete
  7. Dan aku suka kesel kalau ada yang bilang orang depresi atau bunuh diri itu karena kurang iman ataupun kurang dekat dengan Tuhan. Jujur aja aku sejak setahun belakangan ini mengalami gejala-gejala kayak mbanya di masa lalu. Bukan karena kehilangan tapi lebih kepada tekanan hidup dan kekecewaan. Akhirnya kayak bangun tidur tapi enggak bergairah, pikiran penuh dengan bisikan-bisikan negatif. Dan ku sedang mencoba berdamai dengan diri sendiri sampai detik ini dengan cara memilih aktivitas yang bagiku menyenangkan dan setidaknya sementara waktu bisa mengalihkan untuk enggak peduli sama bisikan-bisikan negatif itu. Aku setuju sih setiap orang punya cara berbeda untuk keluar dari rasa depresi dan ingin mengakhiri hidup

    ReplyDelete
  8. Sending a virtual hug. Ibu memang sosok yang begitu memenuhi ruang di hati kita ya, Mbak. Saya pun kerap menangis sejadi-jadinya saat teringat ibu yang tengah menjadi penyintas kanker payudara sejak 2015 lalu.

    Setuju, setiap orang memang memiliki cara tersendiri untuk melepaskan depresi. Daan setuju lagi, kunci utama sebenarnya ada pada diri sendiri, Mbak. Semoga senantiasa berbahagia ya, Mbak

    ReplyDelete
  9. Mba Gina terimakasih sudah sharing hal yang berharga ini. Bunuh diri ternyata bisa dari mana aja ya Termasuk depresi itu. Tingkat bunuh diri tinggi Korea ya kayaknya

    ReplyDelete