Mental illness : Part 1

Tidak mudah bagi saya bercerita tentang masalah pribadi, apalagi menyangkut dengan sakit yang selama ini saya derita, butuh proses dan keberanian untuk bisa seperti sekarang.

Orang terdekat, keluarga dan teman pun tidak pernah mengetahuinya. Yang mereka lihat, saya baik-baik saja.

Hanya beberapa sahabat yang sedikit tau tentang apa yang saya rasakan, namun bukan semua cerita. Adapun satu orang yang saya percaya, saat ini pergi dan menjauh. Saya kehilangan dan ga ada lagi tempat bercerita.

Saat ini saya memutuskan untuk berbagi kisah dan berniat memberikan edukasi dan pengalaman yang saya alami, bagaimana bertahan dari mental illness. Ikuti aja bagian demi bagian pada blog ini.

Tadi pagi, saya memutuskan untuk mengikuti prosesnya. Tahapan untuk mengobati mental illness yang saya derita sudah saya mulai. Namun sebelum melangkah pada proses itu, ada begitu banyak pertimbangan yang saya pikirkan. Begitu banyak cerita yang saya lalui, begitu banyak referensi yang saya cari sehingga memutuskan saya harus pergi ke dokter.

Awalnya saya berkonsultasi dengan sahabat dan juga saya mencari banyak informasi tentang mental issues. Sehingga pada akhirnya, saya mencoba berkonsultasi secara online dengan psikolog, ini saya lakukan beberapa hari yang lalu. Saya menceritakan secara detail apa yang saya rasakan ke psikolog tersebut. Hasilnya adalah saya harus segera berobat, karena saya mengalami depresi berat. Bisa dilihat dari gambar di bawah ini, notes yang diberikan oleh Psikolog, hasil dari percakapan saya yang panjang pada hari itu.



Mental illness di Indonesia masih dianggap tabu, penanganan dini dilakukan hanya dari orang-orang yang teredukasi, punya banyak informasi dan punya banyak cara. Sementara orang yang gagap informasi, tidak terpapar banyak info soal hal tersebut.

BPJS/KIS ternyata bisa menanggung biaya sakit ini lho, namun harus mengikuti prosedur yang sudah ditentukan. Tadi pagi, saya ke faskes pertama yang sudah saya pilih dan mereka menjelaskan tahapan-tahapannya.

Penderita Mental illness yang memakai kartu BPJS/KIS akan dirujuk ke Spesialis Kejiwaan jika telah melakukan pemeriksaan atau check up minimal 2x pada fakses pertamanya. Kalau saya saat ini masih pada proses awal, dipemeriksaan faskes pertama. Saya akan terus membagikan pengalaman tersebut disini.

Dan akhirnya, saya ingin berkata bahwa segala sakit yang diderita oleh saya, kamu dan lainnya akan selalu dirasakan sendiri. Orang lain ada yang peduli, tetapi banyak yang tidak peduli. Jangan berkecil hati, berusahalah untuk tetap tegar. Setelah itu, mulailah bergerak maju dan terus mencari solusi. Saya pernah mengalami dan mendengar perkataan orang, yang berkata kepada saya "i love you", tetapi kenyataannya?

Pernahkah kamu mengalami masa dimana disaat kamu membutuhkan orang yang kamu harapkan untuk selalu mensupport kamu dan selalu ada bersamamu itu pergi dan meninggalkan kamu? Padahal kamu lagi berada pada bagian seperti ini, menderita sakit. Silahkan memberikan komentar yah.

Hanya sedikit orang yang memilih ingin berjalan bersama, melewati suka dan duka. Banyak yang berhenti di tengah jalan dan mencari jalan sendiri. Karena kejenuhan, banyak tekanan dan masih banyak alasan lain dan akhirnya membuat mereka menyerah, mendampingi orang-orang seperti saya. Semua itu adalah pilihan. Karena prioritas setiap orang akan jelas berbeda.

Kehidupan ini memang penuh candaan, kita tak perlu terlalu kecewa. Biarlah kita disembuhkan oleh banyak waktu yang terisi dengan belajar mencintai diri sendiri, belajar mencintai kenyataan dan belajar merindukan masa depan yang indah.
Sampai jumpa pada cerita berikutnya.

(To be continued)

17 comments

  1. Baru dengar istilah "Mental illness" ternyata sama dengan depresi berat ya. Nunggu kelanjutan nya ya, penasaran dengan "Mental illness".

    ReplyDelete
  2. Saya kadang berlebihan menganggap sahabat. Sedangkan ybs biasa saja. Akhirnya kecewa karena disaat kita perlu bantuannya, dia ga peduli dan dia berteman jika ada kepentingan saja. Huhu 😁😁

    ReplyDelete
  3. Tetap semangat Mbak. Jika menulis ini adalah self healing, saya yakin masih akan ada banyak teman yang mau membacanya.

    Saya sendiri selama ini curhat hanya kepada Yang Menciptakan, dan ibu, karena kebetulan ibu masih ada. Tidak pada suami, kalau melihat gelagat kedepannya tidak baik

    ReplyDelete
    Replies
    1. betul tak apa curhat di tulisan. tak akan ada yg judge, kita saling menguatkan.

      saya pernah ditinggal saat down. tp tak apa. itulah hidup, tak selalu sesuai keinginan

      Delete
  4. Semangat selalu ya, Mbak
    Langkah Mbak sudah tepat, mencari bantuan pada ahlinya. Selain itu mungkin bisa juga lebih dekatkan diri pada Tuhan. Pun menulis sebagai terap healing.
    Semoga semua lekas berlalu ya...ada solusi untuk apa yang menimpa

    ReplyDelete
  5. Semangat mbak Gina
    Saya juga melakukan konsultasi dengan psikolog dan banyak kemajuan dibanding psikiater
    Pingin juga bikin tulisan nya, karena pengalaman tiap orang berbeda

    ReplyDelete
  6. Saya merasakannya. Adakalanya depresi menyusup dengan halus tapi saya tetap tahu. Ketika makin pekat, rasanya ingin berteriak minta tolong. Atau minimal dipahami. Tapi tak ada kata tolong terucap.
    Memang berat, Mbak.
    Semangat, ya.
    Menulis saja, untuk mengangkat sedikit rasa berat.

    ReplyDelete
  7. STay strooonggg Kak Gina!

    I know you are stronger than ever!
    Kalo pengin sharing, just do it.
    Kami akan support dirimuuu :D

    ReplyDelete
  8. Yaa Allah, Mbaaak. Yang kuat yaaa. Semoga segera ketemu solusi. Dan lekas menemukan ketenangan dan kebahagiaan Mbak. Yakin pasti ada jalan keluarnya.

    ReplyDelete
  9. Huhu iya ya, di kita mental illness identiknya dengan gila. Jadinya dianggap tabu. Memalukan. Jadinya baik penderita atau pun keluarga sama-sama males ke dokter atau ahli khusus. Padahal kalo dibiarkan ini sangat bahaya. Tak cuma mengancam jiwa penderita. Keluarga pasti kena imbasnya.

    ReplyDelete
  10. dear Gina, bersyukurlah orang itu meninggalkanmu di saat yang tepat, sekarang! Di saat kamu masih muda dan bisa fight.
    Kebayang tidak kalau orang itu meninggalkan saat sudah menua, saat sakitnya datang dan kamu tidak berdaya?

    Aku pernah ditinggalkan, dan sekarng bersyukuuur sekali aku tidak sama orang itu!
    Keep fighting spirit yaaaa

    ReplyDelete
  11. Banyak sih akhir2 ini kasusnya hanya sebagian yg bisa sadar sendiri dan kadang orang2 terdekat gak percaya kalo kerabat mereka kena sakit ini dan akhirnya fatal byk yg memikih mengakhiri hidup

    ReplyDelete
  12. Be happy always ya Gin, you're not alone. Ada gw paling gak yg siap dengerin lo okay. We are super woman squad!

    ReplyDelete
  13. Semangattt mba Gina
    semoga masalah segera berlalu dan segera dapat solusinya yang tepat ..be happy selalu ya mba

    ReplyDelete
  14. Semangat terus yaa Mbak Gina..yang kuat yaa..
    Gak papa lho cerita, kalau memang dengan bercerita bisa meringankan bebannya mbak :)
    Saya pun sering gitu.

    ReplyDelete
  15. Saya pernah berada di titik paling rendah yang... entah apa itu namanya.

    Bisa jadi jika berkonsultasi dengan psikolog akan bisa terdeteksi semacam depresi atau yang lainnya. Hal yang paling berat memang jika tak ada tempat bercerita sebab kadang curhat dianggap membuka aib dan jadi bahan gunjingan.

    Sekarang saya sadar, kesehatan mental saya lebih penting daripada mengikuti omongan orang. Sekarang saya sering menulis dan curhat lewat tulisan.

    Tetap semangat mbak :)

    ReplyDelete
  16. Ini yang aku sering bahas sama temen-temen. Carilah bantuan sekecil apapun luka di hati yang gak bisa kamu handle sendiri. Ketika kamu merasa butuh diselamatkan, itulah tanda-tanda kamu mulai depresi. Gitu. Syukur mbaknya langsung cari bantuan. Stay strong, kesayangan aku ..

    ReplyDelete